Sampeyan semuanya juga
tahu, balap motor adalah permainan ketangkasan. Kecuali di cerita film
kung-fu yang tua sudah jenggotan, kumisan, bahkan alis lebat yang
memutih diceritakan berilmu tinggi. Toh selalu di cerita film tersebut
akan datang anak muda yang ganteng sebagai pemenangnya. Si tua tetap
saja kalah gesit walau ilmunya sudah setinggi gunung Taishan.
Terjadi di MotoGP era
sekarang terutama antara Marc Marquez dan Valentino Rossi. Era
bertemunya dua generasi ini jarang terjadii di MotoGP. Apalagi dengan
umur Rossi yang jelang 36 tahun masih tetap dihitung. Sampeyan yang
pernah muda dan umurnya sama dengan Rossi, pasti akan merasakan bedanya.
Sama dengan penulis tulisan ini lebih tua dari Rossi yang kalau cerita
selalu bilang: ‘dulu’ sanggup! Dulu itu masih muda, apa saja enteng.
Beda lagi yang baca
ini tulisan yang kebetulan umurnya sama dengan Marquez yakni jelang 22
tahun. Mudah-mudahan juga penggemar MotoGP. Usia seperti ini selain kaya
akan gerak yang dibutuhkan permainan ketangkasan, sudah pasti berjiwa
nekat. Macam aksi-aksi Marquez dengan gerakan istimewa berhasil
menaklukan model karakter sirkuit dengan RC21V-nya. Pula mengatasi
lawan.
Si Marc sejak umur 5
tahun diarahkan jadi pemain balap motor profesional. Ilmunya sudah penuh
sejak dini. “Kemenangan demi juara sepertinya dianggap orang mudah buat
saya. Nggak begitu, tak semudah dibayangkan, namun lewat kerja keras,”
jelas Marquez. Ya memang, Marquez telah mengorbankan segalanyau. Di masa
anak-anak yang teman-teman sebayanya bermain robot-robotan - sekarang
gad get - dia saban hari di sirkuit dengan menu yang sama setiap
harinya.
Lha, Marquez yang muda
saja bekerja keras. Macam mana umur seperti Rossi. Pasti lebih keras
lagi. Kerasnya memang beda. Yang satu keras berjuang untuk mental juara,
sedang Rossi berjuang mempertahankan skill agar tetap sedia kala nggak
dimakan usia. Ia berusaha merawat refleks tetap mumpuni, nyali
dipelihara mengimbangi nekatnya Marquez dan kawan-kawan yang umurnya
sepantar. Padahal umur seperti Rossi kalau dipikir soal nekat pastilah
terkikis seperti pertanyaan tadi. Tentu pertanyaan dialamatkan pada yang
berumur seperti Rossi.
Contoh kecil pekerjaan
Rossi paling berat menjaga bobot dan postur tubuhnya yang sama dengan
10 tahun lalu. Berat masih 65 kg. Kian berat karena secara materi dia
berlimpah, Rossi pastilah orang kaya. Sebut kaya, umur segitu biasanya
perut membuncit seperti tetangga yang OKB, semua makanan yang enak
masuk ke mulut. Orang makmur! Tapi Rossi berusaha keras jangan sampai
jadi om-om. “Saya tidak berpikir titel masa lalu yang wah. Tapi
bagaimana caranya tetap berkompetisi ke depan di papan atas,” jelas
Rossi saat menarget 2015 juara dunia.
Rossi berjam-jam
latihan fisik di gym, berjam-jam di dirt-track untuk reflex dan
berjam-jam tongkrongi M1-nya agar dapat memahami settingan yang diminta
dan diberikan mekaniknya. Yang belum terbongkar ia masih bagus menjaga
nekatnya. Jawabannya mungkin karena belum nikah. Ya itu hanya mungkin.
Nekat ini sikit kendur dibanding dia 10 tahun lalu. Terutama
bila berlama-lama pepet-pepetan dengan lawan. Tapi itu ditutup Rossi
bermain lebih taktis alias sabar, tak ingin menyelesaikan duel
secepatnya.
Beda lagi dengan umur
Dani Pedrosa dan Jorge Lorenzo. Di usia mereka antara 28 tahun,
sebenarnya gabungan. Umur segitu adalah usia emas atlet professional.
Fisik masih ada, nyali mulai terukur dan nekat sudah tertata. Maksudnya
permainan yang bijaksana. Tapi khusus Lorenzo dan Pedrosa ini lain kali
saja diulas. Sudah kepanjangan.
Ditunggu apakah Rossi mampu mewujudkan ambisinya di umur 36 tahun nanti, agar jangan sampai seperti cerita film di atas.